Yang Patut Diketahui Industri Fintech Indonesia Mengenai Penagihan Hutang

Layanan fintech di Indonesia juga harus mempertimbangkan sisi lain dari proses pemberian pinjaman: bagaimana mengumpulkan pembayaran dari nasabah dengan cara-cara yang etis, biaya yang efisien, dan cara yang profesional. Pertanyaan ini lebih mengenai cara mempertahankan daripada tentang bisnis.

3rd Jan 2019, Industri

Meskipun ekosistem teknologi Indonesia hanya terdiri dari empat startup unicorn, Indonesia juga memilki beberapa perusahaan fintech terkemuka diantaranya OVO, Julo, Modalku, dan Kredivo. Para pelaku digital finance ini merupakan pionir dalam inklusifitas financial, memberikan bantuan modal jangka pendek untuk pengusaha dan konsumen Indonesia yang sebelumnya tidak mendapatkan akses atau bahkan tidak memiliki kesempatan dalam mendapatkan akses pinjaman.

Pembaruan Terhadap Proses Penagihan

Guna terus menjalankan niat baik ini, penyedia layanan fintech di Indonesia juga harus mempertimbangkan sisi lain dari proses pemberian pinjaman: bagaimana mendapatkan kembali pembayaran dari konsumen dengan cara-cara yang etis, biaya yang efisien, namun tetap profesional. Pertanyaan ini lebih mengenai cara mempertahankan ketimbang tentang bisnis. Setiap peminjam yang tidak dapat membayar cicilan tepat waktu dapat di kategorikan kedalam one-to-one opportunity cost. Penyedia pinjaman dapat menggunakan dana yang tertunggak untuk meminjamkan modal kepada konsumen lain yang tidak memiliki rekening bank namun dapat melaksanakan kewajiban dengan baik. Kredit bermasalah merupakan risiko ancaman terhadap visi dan misi sosial fintech.

Sayangnya, ada stigma lama seputar penagihan hutang di Indonesia. Semua perusahaan fintech di Indonesia yang mencari solusi penagihan membuktikannya – tidak ada inovasi di sisi proses peminjaman ini.

Kondisi yang berjalan sekarang ini melibatkan agen pihak ketiga yang tersebar di berbagai kota, dengan mengandalkan strategi phone call yang agresif dan kunjungan langsung terhadap nasabah sampai mengintimidasi mereka untuk melakukan pelunasan. Memang, beberapa penyedia jasa pinjaman ini dihadapkan dengan kondisi yang memaksa mereka untuk menggunakan jasa pihak ketiga, namun secara umum meminta pembayaran hutang bukanlah suatu usaha yang mudah, oleh karena itu, penyedia pinjaman sering menghadapi pengembalian hutang yang kurang optimal, dan parahnya, risiko permanen yang akan muncul adalah reputasi permanen mereka terkait dengan praktek-praktek penagihan hutang seperti yang telah disebutkan diatas.

Lembaga finansial dan penyedia pinjaman digital harus mau mengubah sudut pandang mereka. Jika fintech memiliki misi dan visi untuk menyediakan layanan inovatif yang end-to-end bagi para pengguna, dimulai dari penilaian kelayakan kredit hingga pencairan pinjaman, maka sudah seharusnya pelayanan tidak terhenti di tahap penagihan. Strategi penagihan kredit bermasalah yang kurang memadai akan membahayakan seluruh operasional bisnis, melemahkan pertumbuhan, serta menghambat kemampuan mereka dalam melayani konsumen lainnya.

Munculnya artificial intelligence dalam penagihan utang

Banyak diketahui bahwa teknologi baru seperti machine learning dan artificial intelligence dapat membantu penyedia pinjaman digital dalam automasi proses informasi dan membandingkan dengan kriteria yang menentukan risiko kredit.

Sistem ini dapat mengidentifikasi calon peminjam yang tidak memiliki kelayakan kredit atau yang kurang transparan mengenai kondisi keuangan mereka, selain itu sistem juga akan menjalankan tugas-tugas harian seperti pengecekan kredit rutin, penanganan transaksi, dan juga menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan.

Meskipun artifical intelligence tidak selalu dapat menyelesaikan masalah fintech, namun, artifical intelligence sangat meningkatkan efisiensi yang dapat mereka gunakan untuk memahami masalah dan juga memberikan solusi.

Banyak yang tidak diketahui oleh industri fintech, hal-hal yang didapatkan dari machine learning dan artificial intelligence sekarang sudah dapat melampaui penjaminan dan penilaian kredit, bahkan dapat dimanfaatkan untuk membentuk acuan dan pedoman dalam menangani debitur.

Contoh, artifical intelligence dapat mengidentifikasi dan memberikan rekomendasi acuan kapan waktu yang tepat, nada dan gaya bicara, serta memberikan anjuran jalur pembayaran yang cocok bagi nasabah tersebut, bahkan juga dapat mengintegrasikan teknologi canggih seperti psychometric scripting.

Machine Learning juga memungkinkan platform penagihan yang advanced untuk mengurus semua proses, tidak hanya menentukan strategi spesifik untuk segmen tertentu, tetapi juga pendistribusian serta pengelolaannya, dan disaat yang bersamaan terus menyesuaikan tingkat efisiensi berdasarkan hasil interaksi sebelumnya.

Dengan begini, teknologi memberikan slogan baru bagi penyedia pinjaman, dari “praktik terbaik” dan membuka banyak peluang praktik terbaik, serta pengembalian pinjaman yang etikal bagi seluruh segmen nasabah. Tingkat personalisasi ini menjamin optimalisasi agen penagihan serta memungkinkan industri fintech menjaga hubungan baik dengan debitur mereka.

Selain itu, efisiensi operasional juga menjadi hal yang harus dipertimbangkan, Semakin banyaknya industri fintech yang memanfaatkan serta terintegrasi dengan machine learning dan artificial intelligence sistem operasional akan semakin efisien. Dan penyederhanaan operasional akan menjadi fokus utama. Semakin mudah dan responsif sebuah sistem dalam penggunaannya, maka akan semakin banyak pula yang memanfaatkannya. Dengan kerumitan serta kompleksitas sebuah sistem menjadi penyebab utama pinjaman bermasalah, penyederhanaan dapat menjadi jawaban dan memberikan hasil nyata bagi penyedia pinjaman digital.